-->

Pelaksanaan P5, akankah masih berlanjut?



Tujuh tema utama Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila, berapa tema yang sudah anda laksanakan di sekolah? Suara Demokrasi tentunya diimplementasikan include dengan pemilihan ketua osis, pada sekolah menengah baik pertama maupun atas. Sedangkan kewirausahaan akan diwarnai dengan gelaran jajanan tradisional atau manakan kekinian, dan dilaksanakan bersamaan market day

Keriuhan pelaksanaan P5, tidak dipungkiri menjadi agenda besar yang menelan biaya (tidak sedikit?) pada setiap jenjangnya. Kegiatan yang merupakan turunan dari Profil Pelajar Pancasila (P3) ini menjadi wajib dilaksanakan oleh sekolah setiap tahunnya.

Di luar dinding sekolah, akademisi menanyakan kembali konsep nilai atau filosofi Profil Pelajar Pancasila. Andri Fransiskus Gultom (Institut Filsafat Pancasila, UGM) dalam makalah yang dipresentasikan dalam ACEC 4th Annual Civic Education Conference, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Memaparkan bahwa Kesejajaran logis dari Pancasila perlu dirujuk secara filosofis dari konsep  hierarkis-piramidal Pancasila. “Konsep hierarkis-piramidal”, demikian tulis Notonagoro (1983), “Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis bagi kemanusiaan (perikemanusiaan), Persatuan Indonesia (kebangsaan), Kerakyatan, dan keadilan sosial.” Urutan nilai-nilai yang termuat dalam lima sila Pancasila menjadi satu kesatuan yang bulat. Ada lima nilai yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Cecep Darmawan, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, telah mengkritik dengan tajam ihwal konsepsi Profil Pelajar Pancasila. Kritiknya dimulai dari problem gramma-semantik, terutama perihal terminus “Pelajar Pancasila”. Problem grammatikanya bahwa istilah “Pelajar Pancasila” berarti pelajar yang berjiwa Pancasila dan mengamalkan ideologi Pancasila. Problem semantiknya, sasaran untuk mengarus-utamakan Pancasila bukan hanya pelajar tapi juga mahasiswa, guru, dan dosen. Dasar legal-formalnya, pertama, Pasal 2 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, Pasal 2 UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Missing-link terjadi karena konseptor Profil Pelajar Pancasila kurang memahami secara aksiologis bahwa nilai-nilai dasar dari Pancasila mesti diturunkan langsung dari kelima sila Pancasila. Kelima nilai: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan (berubah) menjadi enam nilai yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Hal ini karena kemunculan istilah “berkebhinekaan global” memicu terjadinya perluasan pemahaman untuk memungkinkan keterbukaan bagi warga negara Indonesia menjadi warga negara dunia (global). Artinya, kosmopolitanisme menjadi suatu bentuk kewajaran, dengan hilangnya batas- batas (demarkasi) antara satu negara dengan negara lain.

Di lapangan, guru adalah pihak yang paling harus adaptif, dituntut untuk segera melaksanakan kurikulum yang ada. Awal- awal pelaksanaan P5, guru kelimpungan menyusun modul yang tidak ada arahan dan bimbingan dari pusat. Tim pendamping project, membuat sendiri dan berusaha dikemas sedemikian rupa supaya esensi dari P5 terwujud. Secara tidak sadar, guru terlebih dahulu melaksanakan dan mempraktekkan nilai mandiri dari 6 karakter P3. Larangan sekolah negeri mengadakan wisuda atau perpisahan, dengan dalih membutuhkan biaya yang besar, menjadi tidak ada artinya ketika di sisi lain, kegiatan P5 juga menyedot dana besar baik dari dana BOS maupun uang pribadi siswa. Nilai karakter yang diharapkan terwujud, pada kenyataannya malah menghambur- hamburkan dana. Sering mendengar keluhan terutama dari tingkat atau jenjang sekolah dasar, pelaksaknaan P5 membuat orangtua ikut repot mempersiapkan. Tidak jarang keluhan berupa borosnya pembelian bahan- bahan untuk tema tertentu.

Secara keseluruhan, proyek ini merupakan upaya untuk menciptakan siswa yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga unggul dalam membangun karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan dapat menghasilkan generasi muda yang berintegritas, toleran, peduli terhadap sesama, dan mampu beradaptasi dalam dunia yang terus berkembang. Pelaksanan P5 yang tidak tepat, justru akan memberikan dampak negatif, misalnya kearifan lokal yang diharapkan mampu memberikan wawasan kesenian khas daerah di sekitar, justru akan menonjolkan sisi pemborosan dengan harus menyewa kostum daerah tertentu serta biaya make up yang mahal.

Dengan bergantinya Menteri Pendidikan, dan nama lembaganya, serta apapun kurikulum mendatang, guru sebagai garda depan pendidikan semoga tetap mampu adaptif mengikuti perkembangan jaman. Kesiapsiagaan dengan tuntutan yang ada justru menjadi nilai tambah bahwa guru, memang pembelajar sejati. Pembelajar sepanjang hayat dan tidak alergi terhadap perubahan. Sedikit nyinyir boleh, tetapi tidak mau adaptif, jangan. 


Penulis

Luluk Wulandari


0 Response to "Pelaksanaan P5, akankah masih berlanjut?"

Posting Komentar

Iklan Bawah Artikel