www.mgmpsosiologijateng.com_ Bertani jamur tiram. Memasuki bulan kedua di tahun 2021 dan bertepatan dengan musim hujan. Siswa kelas XII IPS yang terdiri dari 4 kelas mulai mengabari saya untuk berkunjung ke rumah mereka, baglog- baglog jamur tiram yang mereka rawat mulai menampakkan hasil. Ya, mereka adalah angkatan kedua kelas XII yang terdampak PJJ atau BDR sejak 1 tahun yang lalu kakak kelas mereka juga terpaksa harus di rumah karena pandemi.
Perkembangan Covid-19 yang tidak dapat diprediksi membuat saya berpikir keras, kira-kira kegiatan apa yang dapat diberikan kepada siswa, tentunya tetap berkesinambungan dengan materi sosiologi, menanamkan tanggung jawab kepada mereka, belajar dari lingkungan, dan menghasilkan sesuatu yang berguna sebagai nilai keterampilan.
Akhirnya, di awal semester kami sepakat untuk bertani jamur tiram, suasana Kecamatan Paninggaran yang sejuk dan dingin kiranya sesuai untuk bertani jamur- jamuran. Diskusi dengan mereka secara online berujung kepada konsesus bahwa 1 kelompok terdiri dari 4 siswa, dan 1 siswa harus merawat 25 baglog jamur. Adapun tempat/ kumbung untuk merawat dikembalikan ke kelompok masing-masing apakah akan dirawat di satu tempat atau disimpan di rumah masing-masing. Satu lagi kesepakatan yang diambil yaitu mereka tidak membuat baglog dari awal tetapi membeli jadi, tinggal merawat saja. Harga satu baglog dibandrol mulai dari 2000 rupiah sampai 3500, tergantung ukuran.
Merawat jamur membutuhkan skill tersendiri, mereka harus belajar baik dari ahlinya langsung maupun dari internet, kapan cincin baglog boleh dibuka, berapa hari sekali penyiraman, dan bagaimana menjaga suhu kumbung selalu sesuai untuk pertumbuhan jamur yang maksimal.
Konsep dari kegiatan ini adalah kearifan lokal, di mana siswa mengetahui potensi daerahnya, usaha apa yang dapat dikembangkan oleh masyarakatnya sehingga membawa perubahan untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya. Ide awal dari pembelajaran ini adalah jika siswa tidak dapat merawat jamurnya di rumah, mereka dapat memberikan kepada tetangga yang membutuhkan untuk merawatnya. Namun, sebagian besar kelompok memilih untuk merawat sendiri di rumah.
Untuk kebutuhan ruang penyimpanan jamur, rata- rata tidak merepotkan dalam arti, mayoritas siswa menyimpan baglog di rumah bagian belakang rumah, ada yang di dapur, ada pula di gudang. Cuaca sejuk membuat mereka tidak perlu menyiram setiap pagi dan sore, berbeda jika merawat jamur di daerah panas.
Saya mulai menjelajah masuk ke desa- desa Paninggaran setelah 20 hari mereka merawat jamur, dimulai dari satu, dua kelompok yang memberikan informasi bahwa jamur mereka mulai tumbuh. Dari 25 baglog jamur, rata- rata 4 sampai 5 baglog mulai bisa dilihat hasilnya. Dan siswa memberikan penghormatan kepada gurunya untuk menjadi pemetik pertama jamur yang mereka pelihara. Sungguh terharu tiada tara.....
Satu hari penuh explore Paninggaran, banyak yang dirindukan dari siswa- siswa kelas XII ini, sepanjang hari itu kami berdiskusi mengenai materi yang sedang berlangsung di kelas online, kebetulan sekolah kami sepakat untuk menggunakan Google Classroom. Beberapa materi kami diskusikan, dan jamur sebagai media komunikasi bahwa saya berharap banyak siswa tetap bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, konsisten untuk menyelesaikan pendidikan dengan segala kondisi yang terjadi.
Surat Edaran Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan Serta Pelaksanaan Ujian Sekolah Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) menegaskan bahwa kelas XII yang sekarang adalah angkatan kedua yang tidak akan melaksanakan UN, mereka lulus dengan portofolio penilaian yang dilaksanakan oleh sekolah. Lalu, muncul diskusi dari guru, orang tua, masyarakat, tentang masa depan generasi ini. Kekhawatiran bahwa mereka mengalami keterputusan pengetahuan, mengingat siswa kelas XII dan atau siswa kelas IX (kelas 3 SMP), hanya masuk tatap muka selama kurang lebih 1,5 tahun. Selama ini sadarkah guru bahwa ilmu, pengetahuan, bisa mereka dapatkan, bisa mereka peroleh, tidak hanya dari bangku sekolah. Kemajuan teknologi komunikasi sangat pesat dan tidak dipungkiri berdampak banyak pada dunia pendidikan. Pandemi ini membuktikan bahwa baik siswa maupun guru bisa kok belajar daring.
Kegelisahan bahwa oke sih teknologi mampu memberikan ruang interaksi maya antara siswa dan guru, namun ada yang tidak bisa digantikan oleh teknologi yaitu, PENDIDIKAN KARAKTER. Hmmmmmm mimingnyi,,,, silimi ini pindidikin kiriktir sipirti ipi sih ying dibirikin giri di bingki kilis????
Karakter bahwa siswa harus saling bersaing untuk tampil unggul? harus belajar keras untuk menjadi pemenang? belajar mati-matian menjawab pertanyaan dengan option yang sudah ditentukan? terus klo sudah paling unggul, mau apa? Siswa tersegmentasi ke dalam kotak- kotak pesanan yang telah melembaga dari dulu sampai sekarang, bahwa siswa yang pintar adalah mereka yang unggul pada nilai- nilai akademik semata. Guru adalah intelektual yang paling independen, guru dapat berkreasi, berinovasi, mengkombinasikan kurikulum yang sudah ada dengan kebutuhan siswa yang ada di sekolahnya. Tanpa harus melupakan kewajiban utama untuk ketuntasan materi yang sudah dijadwalkan.
Sepiring jamur di atas adalah panen pertama dari seorang siswa yang awalnya dia keberatan klo harus membeli 25 baglog jamur, jika dia membeli dengan harga 2000 rupiah, maka uang yang dikeluarkan untuk membeli baglog jamur adalah 50.000 rupiah. Di awal diskusi, kelas sepakat untuk bagaimanapun caranya entah membeli bertahap, satu siswa harus bisa merawat 25 baglog. Si anak ini japri ke saya, bahwa dia meminta keringanan. Sebagai guru sempat terbersit untuk membelikan saja dari uang pribadi, tetapi, saya masih berusaha untuk meyakinkan kepada dia agar berusaha dulu, siapa tahu siswa lain sebenarnya ada yang lebih tidak mampu dari dia, tapi demi menjaga tanggung jawab untuk konsisten bagaimanapun caranya tetap menaati peraturan. Lama tidak saling kontak, siswa tersebut mengirim foto di grup kelas terkait jamur pertamanya. Dia berhasil membeli sesuai kesepakatan dengan uang pemberian kakaknya. Setelah panen apakah jamur itu dijual supaya modalnya kembali? Tidak, jamur- jamur tersebut diberikan kepada tetangganya yang membutuhkan. Sehari-hari anak ini adalah anak yang paling malas mengikuti pembelajaran daring dan selalu paling akhir saat mengumpulkan tugas.
Ulet, disiplin, taat asas, pantang menyerah, rasa ingin tahu, selalu belajar adalah beberapa karakter kewirausahaan yang dibutuhkan generasi muda untuk mampu bersaing di dunia dengan perkembangan cepat dan pesat. Guru, apapun mapelnya adalah sosok yang ilmunya dapat digantikan oleh teknologi namun tidak dengan karakter dan kepribadiannya. Selalu belajar, tidak bosan untuk mencari tahu kearifan lokal yang dapat dikembangkan untuk peserta didik di daerahnya, bekerja sama membangun jaringan dengan masyarakat, supaya melahirkan generasi penerus bangsa yang berkarakter, peduli sesama dan lingkungan, mampu bersaing dan bertahan dengan kondisi sekitar, serta tetap bertanggung jawab sesuai peran sebagai pelajar.
Untuk mendownload SE Mendikbud Tentang Peniadaan UN Tahun 2021 di sini
Paninggaran, diiringi oleh gerimis tipis dan kabut yang menggelayut.
Penulis adalah Luluk Wulandari, Guru Sosiologi di SMA Paninggaran, Jawa Tengah.
Salam Literasi
Very good dek..love you pullll
BalasHapus