ETNOMEDISIN MASYARAKAT DIENG WETAN
ETNOMEDISIN MASYARAKAT DIENG WETAN
(Suhadi*, Ibrahim**, Dedi***, Siti Chusniyah****)
Artikel ini bertujuan untuk membedah praktik etnomedisin masyarakat Dieng
Wetan. Teknik yang digunakan dalam menjaring data lapangan adalah observasi
teknik pengobatan dan interview pengetahuan tentang penyakit dan obatnya. Data
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan jenis penyakit,
ragam tanaman obat yang dikenal dan yang digunakan, mantera-mantera yang
dimiliki dan yang dilafalkan, hingga perilaku pengobatan yang dipraktikkan. Selanjutnya
perspektif yang digunakan dalam menginterpretasi data lapangan adalah
perspektif model etnomedisin antropologi kesehatan. Berdasarkan hasil analisis
data lapangan ditemukan bahwa praktik etnomedisin masyarakat Dieng Wetan
terbagi menjadi dua model yaitu model naturalistik dan personalistik. Dan
praktik etnomedisin tersebut berjalan seiring fungsinya dengan layanan kesehatan
yang disediakan oleh pemerintah.
Kata kunci: tanaman obat,
mantera, praktik etnomedisin
PENDAHULUAN
Melalui studi Silalahi (2016:117) dan Oktoba (2018:81) telah mengingatkan betapa pentingnya penelitian etnomedisin dan turunan manfaatnya. Dengan studi tersebut ribuan jenis tumbuhan terkuak manfaatnya untuk kesehatan. Dan hebatnya, kearifan lokal masyarakat dalam memahami kesehatan ini telah dimiliki oleh setiap etnis dan subetnis di seluruh Indonesia. Studi kearifan lokal tentang kekayaan etnomedisin dapat dilihat pada masyarakat Batak Phakpak (Silalahi dkk, 2018), masyarakat Lampung (Evizal dkk, 2013), masyarakat Bali (Pradnyaswari dkk, 2015), masyarakat Madura (Satriyati, 2017), masyarakat Sulawesi (Sunandar Ihsan dkk, 2016), masyarakat Kalimantan (Tri Wildayati dkk, 2016), masyarakat Sumedang (Reza Abdul Kodir dkk, 2017), masyarakat NTTB (Wibowo & Wahyono, 2017), dan . Dari ragam studi tersebut jelas telah menandaskan bahwa setiap masyarakat yang ada cukup serius dalam menjaga kesehatan anggota kelompoknya.
Dalam rangka melestarikan kearifan lokal tentang etnomedisin, telah dipayungi melalui UU Kesehatan (2007) yaitu setiap sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga. Pelestarian tentang pengetahuan lokal juga telah dikuatkan pada UU Pemajuan Kebudayaan (2017), dimana melalui kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia mampu mempengaruhi arah perkembangan peradaban, khusunya tentang kesehatan. Dan untuk menjaga kelestarian dari kekayaan etnomedisin tersebut, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah studi terus menerus tentang etnomedisin. Karena dengan studi etnomedisin tersebut, diversitas pengetahuan dan praktik etnomedisin semakin lengkap.
Dataran Tinggi Dieng adalah hal menarik untuk dilakukan studi etnomedisin. Selain faktor ekologis dengan memiliki ragam tumbuhan obat (Abdiyani, 2008:79) yang terancam (Ngabekti dkk, 2007:93), juga memiliki jejak tradisi yang kuat (Febriyanto,2017:01). Studi Cahyawati (2015:235) melaporkan masyarakat Dieng memiliki pengetahuan unik dalam menyembuhkan sakit anak berambut gembel.
Tulisan ini membahas tentang etnomedisin masyarakat Dieng Wetan yaitu tentang pengetahuan dan jenis penyakit, ragam tanaman obat yang dikenal dan yang digunakan, mantera-mantera yang dimiliki dan yang dilafalkan, hingga perilaku pengobatan yang dipraktikkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Artikel ini berdasarkan hasil penelitian dalam rangka kelas etnografi yang merupakan kerja sama antara MGMP Sosiologi Propinsi Jawa Tengah dengan jurusan Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang. Penelitian dilakukan di Dieng Wetan, Wonosobo pada tanggal 12 Juli 2019. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara kepada informan kunci untuk mendapatkan informasi tentang focus penelitian peneliti yaitu tentang etnomedisin masyarakat setempat. Informan kunci didapat dari hasil FGD dengan tokoh masyarakat yang dilakukan pada malam hari sebelumnya. Peneliti melakukan wawancara kepada Mbah Rusmanto (juru kunci Dieng) dan pak Hariyadi (tokoh budaya Dieng).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengetahuan Tentang Penyakit
Ragam Tanaman Obat
Mantera Pengobatan
Perilaku Pengobatan
Hari itu (12 Juli 2019), setiap tim yang telah dibentuk pada malam harinya melakukan pengambilan data di lapangan. Mereka akan melakukan observasi dan interview sesuai dengan tema kelompok masing-masing. Ada pertanian, ekologi, pariwisata, budaya, dan etnomedisin. Kami adalah tim etnomedisin, yaitu Suhadi, Ibrahim, Dedi, dan Siti Chusnia.
Perburuan yu Hobi dan beberapa tokoh budaya yang kemarin tidak bisa hadir, dimulai.
Tujuan pertama, yu Hobi, dukun bayi. Rumah yu Hobi berada di belakang homestay kami. Masuk gang sempit, rumah berwarna biru.Tiga kali kami menuju rumah yu Hobi, tapi tiga kali pula, kami tak bisa bertemu beliau. Mbah Hobi adalah satu-satunya dukun bayi yang ada di Dieng Wetan. Beliau juga sering ke desa sebelah, untuk membantu persalinan dan pasca persalinan, seperti pijat pada ibu dan anaknya.
Karena tidak bertemu yu Hobi, kami segera mencari rumah mbah Rusmanto saja, juru kunci Dieng Wetan. Kami bertanya kepada orang yang lewat di gang dimana kami berdiri. Orang pertama, tidak tahu. Orang kedua, seorang pemuda, mengantar kami langsung sampai di depan rumah mbah Rusmanto, bahkan pemuda itu juga memanggilkan mbah Rusmanto dan kami menunggu di depan rumah beliau.
Mbah Rusmanto langsung mengajak kami naik di lantai dua rumahnya. Kami disambut dengan ruang tamu yang sangat rapi tertata. Ada bunga sedap malam di tengah meja dengan disamping kanan kirinya ada toples-toples berisi makanan ringan alias jajanan.Kursi empuknya berhadapan. Di dinding-dinding dipajang foto-foto mbah Rusmanto dengan berbagai tamu yang mendatanginya.
Kami sesegera membuka pembicaraan dengan kulo nuwun dan memperkenalkan kami satu persatu. Setelah cukup, kami membuka obrolan dengan ingin menanyakan anak-anak dan cucu mbah Rusmanto. Maksud hati, kami ingin kenal dulu dengan beliau sebelum meminta mbah Rus menjawab keingintauan kami tentang dukun bayi dan budaya Dieng.
Mbah Rusmanto tidak banyak kata. Jujur, kami tidak paham. Jadi, kami tidak bisa banyak cerita tentang ilmu yang mbah Rusmanto sampaikan kepada kami. Beberapa kata yang kami ingat sering diucapkan mba Rus saat kami melontarkan pertanyaan kepada beliau adalah ada jalur putih dan hitam, adat nusantara, dan tergantung niatnya.
Mbah Rus juga sempat menjelaskan foto-foto yang menempel di dinding rumahnya. Ada artis ibu kota, dai, mahasiswa yang sedang melakukan kunjungan, beberapa piagam penghargaan dan sertifikat, orang tua mbah Rus, semar, dan ada juga foto mbah Kolodete, yang konon ceritanya menitipkan anak berambut gimbal yang disebut disini dengan anak gembel, di Dieng.
Salah satu anggota kami sempat disuwuk mbah Rus ketika kami mencoba menggali informasi tentang tanaman yang digunakan mbah Rus untuk mengobati orang yang datang kepadanya. Entah itu sakit jasmani, atau hanya semata-mata ingin didoakan rejeki atau jodoh.
Mbah Rus tanpa berkata apapun, langsung melewati kami yang duduk di samping kananya, turun ke lantai satu rumahnya. Rupanya, mbah Rus mengambil segelas air putih dan daun dadap yang biasa ia gunakan untuk nyuwuk orang.
Mbah Rus memasukkan daun dadap tadi ke dalam gelas lalu membaca mantra (mungkin) dengan lirih. Gelas tadi didekatkan dengan mulut mbah Rus. Setelah itu, didekatkan dengan dahi mbah Rus. Kemudian, teman kami diminta meminum air itu dengan tiga kali tegukan. Setelah itu, diminta mbah Rus menyelupkan tangan kanan teman kami ke dalam gelas dan mengusapkan air ke wajah teman kami sebanyak tiga kali.
Kira-kira itu saja yang dapat kami ceritakan tentang kunjungan kami ke rumah Mbah Rus selama kurang lebih dua jam.
Setelah dirasa cukup, kami pamit dan meminta ijin informasi yang diberikan mbah Rus akan ditulis untuk kepentingan laporan.
Setelah jumatan, sekitar jam 14.00 wib, kami segera melanjutkan berburu data. Kali ini, tujuan kami adalah pak Muhtadhir dan pak Hariyadi, tokoh budaya setempat. Kami bertanya kepada seorang ibu yang berjalan melewati kami. Rupanya ibu itu juga akan menuju searah rumah dua tokoh tadi. Kami pun diantar ibu itu. Ternyata ibu itu asli orang Bawang yang sudah kurang lebih 20 tahun langganan kulakan sayuran di Dieng Wetan. “Kalau pak Muhtadhir dan pak Haryadi ya pasti saya tahu mba”, begitu kata ibu itu. Kami menyusuri gang sempit seperti di rumah padat penduduk perkotaan namun dengan jalur naik turun dan bisa dibilang bersih lingkungannya.
Sampailah kami di depan rumah pak Muhtadhir. Ibu itu masuk ke dalam rumah pak Muhtadhir dan berusaha memanggilkan beliau untuk kami. Sayangnya, pak Muhtadhir tidak ada di rumah. Lalu, ibu itu mengajak kami ke rumah pak Hariyadi yang berada tepat di sebelah kanan rumah pak Muhtadhir. Rumah pak Hariyadi berada tepat di sisi jalan raya.
Pak Hariyadi mempersilakan kami duduk di ruang tamunya. Kali ini personil kami absen satu, mas Dedi, tidak ikut karena alasan sakit kepala. Pak dedi tidak ikut karena sakit.
Kami membuka pembicaraan dengan kulo nuwun dan perkenalan. Pak hariyadi memberikan cukup banyak informasi kepada kami. Kami sangat beruntung bisa bertemu beliau. Kami seperti mendapat angin segar tentang apa yang akan kami tulis nantinya.
Pertama, pak Hariyadi menjawab pertanyaan kami tentang tradisi baritan. Iya, kami tidak langsung bertanya tentang etnomedisin karena kami tau pak Hariyadi ini tokoh penggerak budaya baritan.
“Baritan niku nggih nguri-nguri, supados budaya mboten ical”, terang pak Hariyadi.
Menurut penjelasan pak Hariyadi, mengapa baritan dilaksanakan?
“Mbah-mbah riyen niku pas pageblug. Tiyang katah sik sedo. Esuk loro, sore mati. Baritan niku lantaran nyuwun kalih ingkang moho kuoso. Warga kumpul ting saben prapatan deso”, jelas pak hariyadi.
Pak Hariyadi lalu bercerita bagaimana awal mula beliau memiliki “ilmu”. Berawal dari bapaknya yang sakit tak kunjung sembuh selama 10 tahun. Sakitnya seperti dikenai orang. Pak Hariyadi lau melakoni berbagai tirakat. Ada ngebleng, poso mutih, patigeni, 7 hari tidur di kuburan setiap malam jumat, memutari rumah dengan tanpa penutup badan sebanyak 3 kali pada tengah malam. Semua itu dilakukan pak Hariyadi berdasarkan wangsit yang diperoleh melalui mimpi. “Alhamdulillah nggih diparingi mari bapake kulo”, kata pak hariyadi.
“Sarate gampang. Satus. Satus iku awake disat, gulune ditus”, terang pak Hariyadi ketika memberi tau kami rahasia ilmu beliau. Kuncinya adalah mampu menahan diri dari hawa nafsu. Nafsu makan. Nafsu minum. Nafsu lainnya. “Banyak orang sini yang mau belajar dengan saya. Tapi yaitu, podo nyerah. Gak kuat. Malah ada orang Jakarta yang datang ke saya. Dia yang berhasil. Disana, Jakarta, dia bantuin orang-orang. Kalau dia tidak kuat, dia wa saya, minta tolong saya bantu selesaikan”, jelas pak hariyadi.
Lalu, pak hariyadi memberikan doa yang ia peroleh dari buyutnya agar proses persalinan lancar. Doa itu benar dipraktikan pak hariyadi saat istrinya melahirkan. “Kersane gusti Allah, nggih diparingi lancar”, kata pak Hariyadi.
Berikut “doa” itu. Doanya dalam bahasa jawa. Beberapa kata ada yang saya tau artinya. Saya pun menanyakan arti per kata doa itu kepada pak hariyadi. Beliau menjelaskan dengan sabar kepada kami meski beberapa kali kami minta beliau ulangi.
Den bagus plenthong (katon/terlihat)
Mbok loro sumpel
Ojo ngawek-ngaweki nggonku babarke kawuh
Bumi rengko, jagat mengo
Ngakno dalane si jabang bayi
Sebawah-bawah (turun)
Seblang-seblang cepet-cepet
Ngakno bawahmu
Kasut mrusut (cepat keluar)
Gecok mrocot
Cot mrocot si jabang bayi
Kersaning Allah
Lailaha illalloh muhammadur rasululloh (3x)
Usai memberikan mantera melahirkan, kami pun diberi daun purwaceng dan esktraknya serta suket tulak misterius yang diyakini masyarkat Dieng Wetan untuk menolak mara bahaya. Kamipun segera berpamitan , sembari kami dianter hingga didepan rumahnya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data lapangan ditemukan bahwa praktik etnomedisin masyarakat Dieng Wetan terbagi menjadi dua model yaitu model naturalistik dan personalistik. Dan praktik etnomedisin tersebut berjalan seiring fungsinya dengan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah
SUMBER RUJUKAN
Marina Silalahi . 2016. Studi Etnomedisin Di Indonesia Dan Pendekatan Penelitiannya. Dalam J D P Volume 9 , Nomor 3 , November 2016 : 117 – 124. Universitas Kristen Indonesia.
Marina Silalahi, Nisyawati, Eko Baroto Walujo, Wendy Mustaqim. 2018. EtnomedisinTumbuhan Obat olehSubetnis Batak Phakpak di Desa Surung Mersada, Kabupaten Phakpak Bharat, Sumatera Utara. Dalam Jurnal ILMU DASAR, Vol.19 No.2, Juli2018 :77-92.
Melalui studi Silalahi (2016:117) dan Oktoba (2018:81) telah mengingatkan betapa pentingnya penelitian etnomedisin dan turunan manfaatnya. Dengan studi tersebut ribuan jenis tumbuhan terkuak manfaatnya untuk kesehatan. Dan hebatnya, kearifan lokal masyarakat dalam memahami kesehatan ini telah dimiliki oleh setiap etnis dan subetnis di seluruh Indonesia. Studi kearifan lokal tentang kekayaan etnomedisin dapat dilihat pada masyarakat Batak Phakpak (Silalahi dkk, 2018), masyarakat Lampung (Evizal dkk, 2013), masyarakat Bali (Pradnyaswari dkk, 2015), masyarakat Madura (Satriyati, 2017), masyarakat Sulawesi (Sunandar Ihsan dkk, 2016), masyarakat Kalimantan (Tri Wildayati dkk, 2016), masyarakat Sumedang (Reza Abdul Kodir dkk, 2017), masyarakat NTTB (Wibowo & Wahyono, 2017), dan . Dari ragam studi tersebut jelas telah menandaskan bahwa setiap masyarakat yang ada cukup serius dalam menjaga kesehatan anggota kelompoknya.
Dalam rangka melestarikan kearifan lokal tentang etnomedisin, telah dipayungi melalui UU Kesehatan (2007) yaitu setiap sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga. Pelestarian tentang pengetahuan lokal juga telah dikuatkan pada UU Pemajuan Kebudayaan (2017), dimana melalui kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia mampu mempengaruhi arah perkembangan peradaban, khusunya tentang kesehatan. Dan untuk menjaga kelestarian dari kekayaan etnomedisin tersebut, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah studi terus menerus tentang etnomedisin. Karena dengan studi etnomedisin tersebut, diversitas pengetahuan dan praktik etnomedisin semakin lengkap.
Dataran Tinggi Dieng adalah hal menarik untuk dilakukan studi etnomedisin. Selain faktor ekologis dengan memiliki ragam tumbuhan obat (Abdiyani, 2008:79) yang terancam (Ngabekti dkk, 2007:93), juga memiliki jejak tradisi yang kuat (Febriyanto,2017:01). Studi Cahyawati (2015:235) melaporkan masyarakat Dieng memiliki pengetahuan unik dalam menyembuhkan sakit anak berambut gembel.
Tulisan ini membahas tentang etnomedisin masyarakat Dieng Wetan yaitu tentang pengetahuan dan jenis penyakit, ragam tanaman obat yang dikenal dan yang digunakan, mantera-mantera yang dimiliki dan yang dilafalkan, hingga perilaku pengobatan yang dipraktikkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Artikel ini berdasarkan hasil penelitian dalam rangka kelas etnografi yang merupakan kerja sama antara MGMP Sosiologi Propinsi Jawa Tengah dengan jurusan Sosiologi dan Antropologi, Universitas Negeri Semarang. Penelitian dilakukan di Dieng Wetan, Wonosobo pada tanggal 12 Juli 2019. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara kepada informan kunci untuk mendapatkan informasi tentang focus penelitian peneliti yaitu tentang etnomedisin masyarakat setempat. Informan kunci didapat dari hasil FGD dengan tokoh masyarakat yang dilakukan pada malam hari sebelumnya. Peneliti melakukan wawancara kepada Mbah Rusmanto (juru kunci Dieng) dan pak Hariyadi (tokoh budaya Dieng).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengetahuan Tentang Penyakit
Ragam Tanaman Obat
Mantera Pengobatan
Perilaku Pengobatan
Hari itu (12 Juli 2019), setiap tim yang telah dibentuk pada malam harinya melakukan pengambilan data di lapangan. Mereka akan melakukan observasi dan interview sesuai dengan tema kelompok masing-masing. Ada pertanian, ekologi, pariwisata, budaya, dan etnomedisin. Kami adalah tim etnomedisin, yaitu Suhadi, Ibrahim, Dedi, dan Siti Chusnia.
Perburuan yu Hobi dan beberapa tokoh budaya yang kemarin tidak bisa hadir, dimulai.
Tujuan pertama, yu Hobi, dukun bayi. Rumah yu Hobi berada di belakang homestay kami. Masuk gang sempit, rumah berwarna biru.Tiga kali kami menuju rumah yu Hobi, tapi tiga kali pula, kami tak bisa bertemu beliau. Mbah Hobi adalah satu-satunya dukun bayi yang ada di Dieng Wetan. Beliau juga sering ke desa sebelah, untuk membantu persalinan dan pasca persalinan, seperti pijat pada ibu dan anaknya.
Karena tidak bertemu yu Hobi, kami segera mencari rumah mbah Rusmanto saja, juru kunci Dieng Wetan. Kami bertanya kepada orang yang lewat di gang dimana kami berdiri. Orang pertama, tidak tahu. Orang kedua, seorang pemuda, mengantar kami langsung sampai di depan rumah mbah Rusmanto, bahkan pemuda itu juga memanggilkan mbah Rusmanto dan kami menunggu di depan rumah beliau.
Mbah Rusmanto langsung mengajak kami naik di lantai dua rumahnya. Kami disambut dengan ruang tamu yang sangat rapi tertata. Ada bunga sedap malam di tengah meja dengan disamping kanan kirinya ada toples-toples berisi makanan ringan alias jajanan.Kursi empuknya berhadapan. Di dinding-dinding dipajang foto-foto mbah Rusmanto dengan berbagai tamu yang mendatanginya.
Kami sesegera membuka pembicaraan dengan kulo nuwun dan memperkenalkan kami satu persatu. Setelah cukup, kami membuka obrolan dengan ingin menanyakan anak-anak dan cucu mbah Rusmanto. Maksud hati, kami ingin kenal dulu dengan beliau sebelum meminta mbah Rus menjawab keingintauan kami tentang dukun bayi dan budaya Dieng.
Mbah Rusmanto tidak banyak kata. Jujur, kami tidak paham. Jadi, kami tidak bisa banyak cerita tentang ilmu yang mbah Rusmanto sampaikan kepada kami. Beberapa kata yang kami ingat sering diucapkan mba Rus saat kami melontarkan pertanyaan kepada beliau adalah ada jalur putih dan hitam, adat nusantara, dan tergantung niatnya.
Mbah Rus juga sempat menjelaskan foto-foto yang menempel di dinding rumahnya. Ada artis ibu kota, dai, mahasiswa yang sedang melakukan kunjungan, beberapa piagam penghargaan dan sertifikat, orang tua mbah Rus, semar, dan ada juga foto mbah Kolodete, yang konon ceritanya menitipkan anak berambut gimbal yang disebut disini dengan anak gembel, di Dieng.
Salah satu anggota kami sempat disuwuk mbah Rus ketika kami mencoba menggali informasi tentang tanaman yang digunakan mbah Rus untuk mengobati orang yang datang kepadanya. Entah itu sakit jasmani, atau hanya semata-mata ingin didoakan rejeki atau jodoh.
Mbah Rus tanpa berkata apapun, langsung melewati kami yang duduk di samping kananya, turun ke lantai satu rumahnya. Rupanya, mbah Rus mengambil segelas air putih dan daun dadap yang biasa ia gunakan untuk nyuwuk orang.
Mbah Rus memasukkan daun dadap tadi ke dalam gelas lalu membaca mantra (mungkin) dengan lirih. Gelas tadi didekatkan dengan mulut mbah Rus. Setelah itu, didekatkan dengan dahi mbah Rus. Kemudian, teman kami diminta meminum air itu dengan tiga kali tegukan. Setelah itu, diminta mbah Rus menyelupkan tangan kanan teman kami ke dalam gelas dan mengusapkan air ke wajah teman kami sebanyak tiga kali.
Kira-kira itu saja yang dapat kami ceritakan tentang kunjungan kami ke rumah Mbah Rus selama kurang lebih dua jam.
Setelah dirasa cukup, kami pamit dan meminta ijin informasi yang diberikan mbah Rus akan ditulis untuk kepentingan laporan.
Setelah jumatan, sekitar jam 14.00 wib, kami segera melanjutkan berburu data. Kali ini, tujuan kami adalah pak Muhtadhir dan pak Hariyadi, tokoh budaya setempat. Kami bertanya kepada seorang ibu yang berjalan melewati kami. Rupanya ibu itu juga akan menuju searah rumah dua tokoh tadi. Kami pun diantar ibu itu. Ternyata ibu itu asli orang Bawang yang sudah kurang lebih 20 tahun langganan kulakan sayuran di Dieng Wetan. “Kalau pak Muhtadhir dan pak Haryadi ya pasti saya tahu mba”, begitu kata ibu itu. Kami menyusuri gang sempit seperti di rumah padat penduduk perkotaan namun dengan jalur naik turun dan bisa dibilang bersih lingkungannya.
Sampailah kami di depan rumah pak Muhtadhir. Ibu itu masuk ke dalam rumah pak Muhtadhir dan berusaha memanggilkan beliau untuk kami. Sayangnya, pak Muhtadhir tidak ada di rumah. Lalu, ibu itu mengajak kami ke rumah pak Hariyadi yang berada tepat di sebelah kanan rumah pak Muhtadhir. Rumah pak Hariyadi berada tepat di sisi jalan raya.
Pak Hariyadi mempersilakan kami duduk di ruang tamunya. Kali ini personil kami absen satu, mas Dedi, tidak ikut karena alasan sakit kepala. Pak dedi tidak ikut karena sakit.
Kami membuka pembicaraan dengan kulo nuwun dan perkenalan. Pak hariyadi memberikan cukup banyak informasi kepada kami. Kami sangat beruntung bisa bertemu beliau. Kami seperti mendapat angin segar tentang apa yang akan kami tulis nantinya.
Pertama, pak Hariyadi menjawab pertanyaan kami tentang tradisi baritan. Iya, kami tidak langsung bertanya tentang etnomedisin karena kami tau pak Hariyadi ini tokoh penggerak budaya baritan.
“Baritan niku nggih nguri-nguri, supados budaya mboten ical”, terang pak Hariyadi.
Menurut penjelasan pak Hariyadi, mengapa baritan dilaksanakan?
“Mbah-mbah riyen niku pas pageblug. Tiyang katah sik sedo. Esuk loro, sore mati. Baritan niku lantaran nyuwun kalih ingkang moho kuoso. Warga kumpul ting saben prapatan deso”, jelas pak hariyadi.
Pak Hariyadi lalu bercerita bagaimana awal mula beliau memiliki “ilmu”. Berawal dari bapaknya yang sakit tak kunjung sembuh selama 10 tahun. Sakitnya seperti dikenai orang. Pak Hariyadi lau melakoni berbagai tirakat. Ada ngebleng, poso mutih, patigeni, 7 hari tidur di kuburan setiap malam jumat, memutari rumah dengan tanpa penutup badan sebanyak 3 kali pada tengah malam. Semua itu dilakukan pak Hariyadi berdasarkan wangsit yang diperoleh melalui mimpi. “Alhamdulillah nggih diparingi mari bapake kulo”, kata pak hariyadi.
“Sarate gampang. Satus. Satus iku awake disat, gulune ditus”, terang pak Hariyadi ketika memberi tau kami rahasia ilmu beliau. Kuncinya adalah mampu menahan diri dari hawa nafsu. Nafsu makan. Nafsu minum. Nafsu lainnya. “Banyak orang sini yang mau belajar dengan saya. Tapi yaitu, podo nyerah. Gak kuat. Malah ada orang Jakarta yang datang ke saya. Dia yang berhasil. Disana, Jakarta, dia bantuin orang-orang. Kalau dia tidak kuat, dia wa saya, minta tolong saya bantu selesaikan”, jelas pak hariyadi.
Lalu, pak hariyadi memberikan doa yang ia peroleh dari buyutnya agar proses persalinan lancar. Doa itu benar dipraktikan pak hariyadi saat istrinya melahirkan. “Kersane gusti Allah, nggih diparingi lancar”, kata pak Hariyadi.
Berikut “doa” itu. Doanya dalam bahasa jawa. Beberapa kata ada yang saya tau artinya. Saya pun menanyakan arti per kata doa itu kepada pak hariyadi. Beliau menjelaskan dengan sabar kepada kami meski beberapa kali kami minta beliau ulangi.
Den bagus plenthong (katon/terlihat)
Mbok loro sumpel
Ojo ngawek-ngaweki nggonku babarke kawuh
Bumi rengko, jagat mengo
Ngakno dalane si jabang bayi
Sebawah-bawah (turun)
Seblang-seblang cepet-cepet
Ngakno bawahmu
Kasut mrusut (cepat keluar)
Gecok mrocot
Cot mrocot si jabang bayi
Kersaning Allah
Lailaha illalloh muhammadur rasululloh (3x)
Usai memberikan mantera melahirkan, kami pun diberi daun purwaceng dan esktraknya serta suket tulak misterius yang diyakini masyarkat Dieng Wetan untuk menolak mara bahaya. Kamipun segera berpamitan , sembari kami dianter hingga didepan rumahnya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data lapangan ditemukan bahwa praktik etnomedisin masyarakat Dieng Wetan terbagi menjadi dua model yaitu model naturalistik dan personalistik. Dan praktik etnomedisin tersebut berjalan seiring fungsinya dengan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah
SUMBER RUJUKAN
Marina Silalahi . 2016. Studi Etnomedisin Di Indonesia Dan Pendekatan Penelitiannya. Dalam J D P Volume 9 , Nomor 3 , November 2016 : 117 – 124. Universitas Kristen Indonesia.
Marina Silalahi, Nisyawati, Eko Baroto Walujo, Wendy Mustaqim. 2018. EtnomedisinTumbuhan Obat olehSubetnis Batak Phakpak di Desa Surung Mersada, Kabupaten Phakpak Bharat, Sumatera Utara. Dalam Jurnal ILMU DASAR, Vol.19 No.2, Juli2018 :77-92.
Rusdi Evizal, Endah Setyaningrum, Ardian, Agung Wibawa,
Deddy Aprilani. 2013. Keragaman Tumbuhan dan Ramuan Etnomedisin Lampung Timur. Dalam
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013. Hal: 279-286
Ni Putu Ayu Amrita Pradnyaswari, Ketut Ginantra, Ni Putu
Ariantari, Monika Noshirma, I Made Edi Suryawan. 2015. Riset Khusus Eksplorasi
Pengetahuan Lokal Etnomedisin Dan Tumbuhan Obat Berbasis Komunitas Di Indonesia
Etnis Bali Aga Provinsi Bali. Kementerian Kesehatan Ri Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat Dan
Obat Tradisional: Hal 27-32.
Satriyati, Ekna. 2017. Menjaga Tradisi Minum Jamu Madura Dengan Penyampaian Pesan Interpersonal Kesehatan Antara Peramu Dan Pengguna. FISIB, Universitas Trunojoyo Madura. Dalam DIMENSI, VOL. 10, NO. 2, NOVEMBER 2017. Hal: 24-35.
Satriyati, Ekna. 2017. Menjaga Tradisi Minum Jamu Madura Dengan Penyampaian Pesan Interpersonal Kesehatan Antara Peramu Dan Pengguna. FISIB, Universitas Trunojoyo Madura. Dalam DIMENSI, VOL. 10, NO. 2, NOVEMBER 2017. Hal: 24-35.
Sunandar Ihsan, Henny Kasmawati, Suryani. 2016. Studi
Etnomedisin Obat Tradisional Lansau Khas Suku Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Fakultas
Farmasi Universitas Halu Oleo. Pharmauho Vol 2, No 1 (2016) Hal. 27-32 Majalah
Farmasi, Sains, dan Kesehatan ISSN 2442-9791.
Tri Wildayati, Irwan Lovadi, Riza Linda. 2016. Etnomedisin
Penyakit Dalam pada Suku Dayak Tabun di Desa Sungai Areh Kecamatan Ketungau
Tengah Kabupaten Sintang. Program Studi
Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura. Dalam Jurnal Protobiont (2016)
Vol. 4 (3) : 1-7.
Reza Abdul Kodir, Moelyono MW, Yoppi Iskandar. 2017. Etnofarmasi Dan Ulasan Bioprospektif Tumbuhan Obat Liar Dalam Pengobatan Tradisional Kampung Adat Cikondang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Dalam Jurnal Farmaka Vol 15, No 1 (2017): Farmaka (Maret).
Reza Abdul Kodir, Moelyono MW, Yoppi Iskandar. 2017. Etnofarmasi Dan Ulasan Bioprospektif Tumbuhan Obat Liar Dalam Pengobatan Tradisional Kampung Adat Cikondang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Dalam Jurnal Farmaka Vol 15, No 1 (2017): Farmaka (Maret).
Oktoba, Zulpakor. 2018. Studi Etnofarmasi Tanaman Obat Untuk
Perawatan Dan Penumbuh Rambut Pada Beberapa Daerah Di Indonesia. Departemen
Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Dalam Jurnal Jamu
Indonesia Vol 3 No 3 (2018): Hal 81-88.
R. Agus Wibowo; Slamet Wahyono. 2017. Eksplorasi Pengetahuan
Lokal Etnomedisin Dan Tumbuhan Obat Berbasis Komunitas Di Indonesia Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Lembaga
Penerbitan Badan Litbangkes Jakarta.
Cahyawati, Unik Dian. Sistem Pengetahuan Kebudayaan
Masyarakat Dieng Dalam Memaknai Sakit Pada Bocah Gembel (Studi Kasus Di Dusun
Sigedang, Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo). F
orumIlmuSosial,Vol.42No. 2 Desember 2015. Hal: 235-245.
Abdiyani, Susi. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah
Berkhasiat Obat Di Dataran Tinggi Dieng (The
Diversity of Understories Medicinal Plants in Dieng Plateau). Balai Penelitian
Kehutanan Solo. Dalam Junal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V No. 1:
79-92.
Alfian Febriyanto, Selly Riawanti, Budhi Gunawan. 2017. Mitos
Rambut Gimbal: Identitas Budaya Dan Komodifikasi Di Dataran Tinggi Dieng. Dalam
Jurnal UMBARA:Indonesian Journal of Anthropology. Vol 2, No 1 (2017).
0 Response to "ETNOMEDISIN MASYARAKAT DIENG WETAN"
Posting Komentar