Permasalahan Perlindungan Hukum Terhadap Guru
OPINI - Pembangunan pendidikan nasional Indonesia mendapatkan kekuatan dan semangat baru dengan disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Naja (2008) menyebutnya sebagai “roh baru” dalam pembangunan pendidikan. Di samping itu, disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003 di atas juga membawa konsekuensi atau implementasi terhadap pendidikan, termasuk terhadap guru. Di antara konsekuensi atau implementasi itu, misalnya terkait dengan pasal 40 pada undang-undang ini yang menyatakan bahwa pendidik (termasuk guru) dan tenaga kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual.
Sampai saat ini, beberapa kenyataan atau fenomena berikut banyak dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar. Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan dan pengembangan karir guru belum sepenuhnya terjamin. Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan profesional.
Fenomena nyata bisa kita lihat di harian banjarmasin post (Mei 2016), yakni baru-baru ini seorang guru SMP masuk penjara karena mencubit siswa dikarenakan siswa tersebut bermain sisa air pel dan mengenainya. Padahal "cubitan" tadi bertujuan hanya untuk mendisiplinkan siswa. Coba kita bandingkan dengan kasus "Zazqia Gothik" yang memplesetkan pancasila dengan istilah "Bebek Nungging", Pancasila yang merupakan dasar negara hanya di jadikan bahan plesetan dan bercanda. Dimana seharusnya masuk sel,,,eh malah dijadikan Duta Pancasila. Dimanakah keadilan itu?????. Kasus tersebut jelas membuktikan bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum dilakukan sepenuhnya. Salah seorang guru yang juga Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen (FGI), Iwan Hermawan, dijatuhi sanksi disiplin oleh Wali Kota Bandung karena bersikap kritis terhadap penyelenggaraan pendidikan, termasuk dalam penyelenggaraan ujian nasional. Sebelumnya, pada kasus Kelompok Air Mata Medan dan Forum Guru Garut, mestinya guru mendapatkan apreasiasi karena keberaniannya melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam ujian nasional tetapi yang diterima bukan penghargaan, melainkan sanksi berupa dikurangi jam mengajar, bahkan ada dipecat. Belum lagi kasus pak guru Budi di sampang, beliau berkorban nyawa untuk mendidik dan memajukan pendidikan Indonesia.
Dalam situs resmi Kompas edisi 17 Juli 2008 juga dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru, baik oleh pemerintah, yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan masih rendah. Akibatnya, posisi guru seringkali lemah saat berhadapan dengan pemerintah atau yayasan ketika memiliki kasus atau memperjuangkan hak-hak mereka. PGRI sebagai organisasi profesi guru yang beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri dan swasta di seluruh Indonesia selama ini juga lemah dalam memberikan perlindungan hukum kepada guru yang bermasalah.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Agar proses pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan tugasnya dengan profesional maka diperlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat demi mewujudkan guru yang mempunyai martabat dan terlindungi oleh hukum dalam menjalankan profesinya agar tercipta pencapaian kualitas yang maksimal, hal ini sesuai dengan amanah UU Sisdiknas. Maka harus ada regulasi yang mengatur tentang itu, salah satunya dengan membuat UU tentang perlindungan terhadap profesi pendidik yang substansinya adalah agar guru dalam menjalankan profesinya terlindungi dengan kekuatan hukum dan harus ada pemahaman yang utuh bahwa dalam menjalani proses pendidikan. Guru diberi hak otoritas dalam mendidik peserta didik, jika perlu ada fit and proper test untuk menjadi seorang guru, agar dunia pendidikan tidak lagi disibukan dengan ulah guru yang tidak mengerti esensi dalam mendidik.
Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No 14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya. Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi guru/dosen seringkali lepas dari perhatian. Kita tidak menutup mata terhadap tindakan oknum guru yang kurang mendidik dengan memberikan hukuman di luar nilai pendidikan. Mereka meletakkan peserta didiknya sebagai penjahat yang harus dihabisi, bukan sosok yang perlu dibimbing dan diperbaiki. Demikian pula sikap orang tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengantarkan peserta didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan.
Uraian di atas memberi gambaran kepada kita bahwa masih begitu banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap guru. Permasalahan-permasalahan di atas perlu segera mendapatkan perhatian dari banyak pihak, baik pemerintah (termasuk penegak hukum), legislatif, sekolah, masyarakat, maupun guru itu sendiri.
Penulis: Mas Ibe/2018
0 Response to "Permasalahan Perlindungan Hukum Terhadap Guru"
Posting Komentar